LOGIN井上楓は苦しい毎日の中で一人孤独に耐え、誰に頼ることも信じることもなく希望を捨て生きていた。 そんなとき藤原要と出会い、彼女の心は少しずつ変化していく。 拒絶しても突き放しても要は離れなかった。 それどころか、要は楓を支え、希望と勇気を与え続けるのだった。 そんな中、楓は徐々に自分の心と向き合い、変わっていこうとする。 自分の弱さを真正面から見つめ、逃げ出したい気持ちと向き合い、変わっていく。 それが大切なことなのだと彼女は教えてくれる。 要の優しさと強さ、楓の母、亜澄の心の弱さと痛み。 それらを受け止め、少しずつ変わっていく楓。 ※多少虐待のシーンがあります
View More"Memalukan, dia sama seperti ibunya yang hanya merongrong kekayaan dari keluarga besar Ravindra!"
Tatapan tajam ke arah Alice begitu tiba di aula pernikahan sang kakak.Perasaannya jelas semakin tidak menentu.
Namun, tubuhnya seakan tidak mampu untuk bergerak kala melihat pemandangan yang membuat ulu hatinya terasa nyeri.
"Adikku sudah datang? Ke marilah! Kamu harus tahu siapa yang saat ini menikah dengan kakak meski kakak yakin kakak tidak perlu memperkenalkannya padamu."Ucapan Frederica yang penuh kebanggaan itu membuat Alice tertegun.
"Adakah yang bisa menjelaskan ini semua padaku?"Pertanyaan yang sejak tadi ada di benaknya, akhirnya mampu ia keluarkan."Tidak ada yang perlu menjelaskan padamu. Kamu sudah melihat, hari ini adalah hari yang bahagia untuk keluarga besar Ravindra dan keluarga Evander," sahut sepupunya yang lain, bertingkah bak juru bicara keluarga Ravindra.Menahan tangis. Alice pun beralih pada kekasihnya, pria yang seharusnya menjadi orang pertama yang akan mengatakan bahwa semuanya tidak benar.Sayangnya, saat ini, Albert seolah-olah menjadi patung yang hanya diam menatap ke arahnya, seolah membenarkan dirinya sudah menjadi suami dari kakak sepupunya.Sebenarnya, kakak sepupu hanyalah sebuah kata untuk menutupi kebenaran yang ada.Federica adalah putri dari ayahnya dengan ibu yang berbeda, tetapi perlakuan mereka tidak sama karena Alice tidak diakui keluarga Ravindra.
Meski demikian, Alice selalu menganggap Federica sebagai sahabat sekaligus saudaranya.
"A– ayah?"
Satu panggilan dengan suara terbata pria paruh baya memilih memalingkan wajahnya. Putri bungsu dari keluarga Ravindra meminta penjelasan dengan tatapan sendu penuh tanya."Paman, Bibi, bisakah kalian katakan sesuatu? Kalian tahu jika Albert adalah tunangan ku, dan kami akan bertunangan hari ini. Pesta ini adalah perayaan untuk kami, tapi apa yang aku lihat ini?" Alice tidak mampu lagi mengatakan tubuhnya bergetar seiring air matanya yang mengalir."Kamu salah Alice, Albert adalah tunangan kakak sepupu mu. Apakah kamu begitu terobsesi sehingga membuat lelucon seperti ini? Apakah kamu begitu membenci kakak sepupu kamu, sampai kamu memfitnahnya? Setidaknya jaga nama baik keluarga, kamu lihat banyak tamu undangan. Jangan bilang kotoran di wajah kami.""Bibi?""Jangan panggil aku bibi. Sejak dulu kamu selalu membuat ulah, dan anakku yang selalu menutupinya!""Alice pergilah. Jangan rusak kebahagiaan kakakmu, jangan membuat kami menyesal telah memberikan nama Ravindra di belakang nama kamu.""Setidaknya katakan sesuatu padaku, ayah. Bukankah aku juga putrimu?""Tidak ada yang perlu di katakan. Kamu membuat keluarga Ravindra tercoreng dengan prilakumu yang tergila-gila pada Albert, kamu tahu jika Albert adalah tunangan kakak sepupu kamu, Alice."Tubuh Alice luruh ke lantai, ucapan sang ayah mampu menghancurkan segalanya. Di saat hatinya sakit tiba-tiba dua orang datang dan menariknya secara paksa keluar dari pesta. Tanpa memberinya kesempatan untuk menjelaskan bahwa semua adalah salah paham.Brug!
Tubuh Alice terjerembab mencium dinginnya lantai, tercium aroma besi dari hidungnya yang ternyata mengeluarkan darah. Tidak ada yang mengerti dirinya, tidak ada yang memberikan waktu untuk menjelaskan padanya.
Tatapan semua sama mereka menatap jijik padanya, di ujung sana terlihat dua sejoli tersenyum penuh kemenangan menautkan jari mereka dan memperlihatkan kearah Alice."Kamu hanyalah anak hasil zina. Jadi pergilah dari sini, jangan berfikir untuk kembali karena pintu rumah Ravindra tertutup untuk kamu, Alice.""Nikmati hidupmu di jalanan, seperti ibumu yang berasal dari jalanan. Maka sudah waktunya kamu kembali ke tempat asalmu!""Ayah,""Bawa dia pergi dari sini."'Aku akan mati. Mereka tidak akan peduli lagi padaku,' lirih Alice pedih.Dia dapat merasakan tubuhnya seakan melayang.
Kesadarannya hilang bersamaan dengan cairan merah yang mengalir dari mulut dan hidungnya.....
***Byur!!“Berhasil.”
“Dengan begini kita akan mendapat bayaran lebih.”
Cairan entah datangnya dari mana tiba-tiba menetes jatuh mengenai wajah Alice. Diiringi suara tawa yang menggelegar memenuhi mobil tersebut.
Hal ini sontak membuat Alice yang sempat pingsan, akhirnya perlahan-lahan mulai sadar sepenuhnya.
“Sss,” desis Alice pelan, sesaat dia merasakan nyeri di area bibir dan juga bagian hidungnya.
Alice berusaha membuka kedua matanya, namun yang menyapa indera penglihatannya hanyalah kegelapan.
Dia menggerakkan kepalanya ke sana ke mari, berusaha mencari tahu di mana sebenarnya dia berada saat ini.
Meski merasakan rasa sakit di sudut bibirnya dan sekujur tubuh, dia berusaha menahannya saat menyadari dirinya diikat!
“Lebih cepat! Jangan membuat orangnya menunggu lama,” ucap sebuah suara yang terdengar asing di telinga Alice.
“Baiklah,” sahut suara yang lain.
‘Sebenarnya aku ada di mana sekarang?’ Alice membatin dengan perasaan gelisah.
Di mana dia berada dan dengan siapa dia saat ini, membuat Alice merasa ketakutan. Mulutnya bahkan sulit digerakkan sebab luka gores di area bibir yang membuat Alice terus mendesis sakit.
Deg!
Tubuh Alice seketika bergetar saat dia mulai mengingat semua yang telah dia alami di hari yang seharusnya menjadi hari membahagiakan untuknya.
Dikhianati oleh pria yang sudah bersamanya selama ini, bahkan tidak disangka-sangka oleh Alice sekalipun, bahwa sepupu yang selalu mendukungnya dan berada di sampingnya, adalah orang yang telah merebut pria yang seharusnya menjadi miliknya mulai hari ini.
Air mata menetes tanpa bisa dicegah olehnya.
Benak dan pikirannya selalu bertanya-tanya, apa kesalahan yang sudah dia perbuat hingga harus menerima segala cobaan itu. Bukan hanya dikhianati oleh pria yang dia cintai, namun juga dikhianati oleh keluarga yang sudah dia percayakan.
“Hei, dia terbangun!”
Alice menegang mendengar suara yang terdengar semakin dekat. Refleks Alice pun memojokkan dirinya hingga membuat lengan kirinya merasakan sesuatu yang keras di sampingnya.
‘Mobil?’ batin Alice.
Tidak bisa melihat membuat Alice agak kesulitan, namun dia mampu menebak bahwa saat ini dirinya kemungkinan besar berada di dalam sebuah kendaraan yang entah akan membawanya kemana.
“Biarkan saja. Lagian tugas kita hanya membawanya ke alamat yang diperintahkan.”
Tidak henti dia berdoa di dalam hati, berharap dua suara asing itu tidak akan menyakiti dirinya. Bahkan dengan sedikit bekas gores di bibir dan juga hidungnya saja, sudah mampu membuat Alice mendesis kesakitan, apalagi jika dia mendapatkan luka yang lebih dari itu.
“Sepertinya dia ketakutan, lihat tubuhnya bergetar, lucu sekali. Hahahaha.”
Perkataan itu bukannya membuat Alice tenang, namun malah membuat rasa takutnya semakin mendera di dalam hatinya.
“K-Kalian siapa?” tanya Alice tanpa bisa dicegahnya.
Hening. Tidak ada jawaban yang didengar oleh Alice dari dua suara asing tadi. Dia mengernyitkan keningnya dengan memutar kepalanya pelan.
Grep!
“Akh!”
Teriakan Alice menggema di dalam mobil itu. Cengkeraman erat di dagunya membuat Alice mau tidak mau mendongakkan kepalanya.
“S-Sakit …,” lirih Alice, dengan bibir yang sudah bergetar ketakutan. “L-Lepasin ….”
“Lebih baik kamu diam dan jangan bertanya apa-apa. Jangan membuat kami kesal, mengerti?” ucap salah satu yang mencengkram dagunya yang semakin erat.
Alice yang tidak ingin disakiti, terpaksa menganggukkan kepalanya dengan sisa tenaganya.
Tepat setelah itu, kepala Aice dihempaskan ke samping hingga membuat cengkeraman di dagunya pun menghilang.
Alice dengan cepat menggeser tubuhnya ke samping hingga menyentuh pintu mobil yang berada di sampingnya. Tubuhnya tidak berhenti bergetar ketakutan.
‘Kenapa aku bisa ada di sini? Apa mungkin mereka akan menculikku?’
“Hei, diamlah! Suara tangismu mengganggu!” bentak seseorang yang membuang tubuh Alice tersentak kaget.
Padahal Alice sudah berusaha meredam suara tangisnya, namun sayangnya mereka berada di tempat yang sama sehingga siapapun bisa langsung tahu kalau Alice tengah menangis pilu.
“M-Maaf,” lirih Alice pelan.
“Ck, wanita lemah seperti ini memang tidak ada gunanya, ya. Pantas keluarganya tidak mau lagi dengannya.”
Alice terkejut bukan main mendengar perkataan pria yang tidak dia kenal itu. Mau bertanya, namun dia terlalu takut melakukan hal itu.
‘Apa maksudnya itu? Kenapa keluargaku tidak mau lagi denganku? Apa salahku pada mereka? Kenapa mereka memperlakukan aku seperti ini,’ batin Alice, merasa sesak mendengar hal tersebut dari orang yang bahkan tidak bisa dia lihat wajahnya.
“Yah, setidaknya kita mendapatkan bayaran yang cukup banyak dengan hanya mengantarnya saja,” ujar pria itu lagi.
Alice menggerakkan kepalanya dengan tidak nyaman. Suara pria yang dia dengar itu terdengar semakin dekat padanya.
“Kenapa menjauh? Takut?” tanya pria itu.
Alice menundukkan kepalanya, tidak berani membalas ucapan pria yang bahkan tidak dia ketahui bagaimana bentuk penampilan dan wajahnya itu.
Namun yang pasti untuk Alice, suara pria itu terdengar menyeramkan untuknya dan membuatnya merasa tidak nyaman.
“Hahh, asalkan kamu tidak berisik maka aku tidak akan melakukan apapun padamu. Jadi berhentilah menangis karena itu mengganggu,” ujar pria dengan suara yang sama.
Pelan sekali Alice menganggukkan kepalanya. Dia secepatnya mengalihkan kepalanya ke arah lain, karena Alice tidak mau nantinya dagunya dicengkeram dengan erat lagi oleh pria tadi.
Bahkan rasa sakit di dagunya masih terasa jelas oleh Alice. Namun yang lebih sakit lagi adalah hati Alice.
‘Sebenarnya kenapa aku bisa ada di sini? Apa yang mereka bilang itu benar?’ batin Alice, menerka-nerka maksud perkataan kedua pria yang berada di depannya itu.
“Tapi dia cukup beruntung karena setelah dibuang oleh keluarganya, dia mendapatkan pembeli yang kaya raya,” seru pria itu dengan nada irinya.
Bola mata Alice bergetar. ‘P-Pembeli? Apa maksud dia? Ke mana sebenarnya aku dibawa?’
「もう三ヶ月かあ」 要が懐かしむように空を見上げ、つぶやく。 あの海岸で、楓が亜澄に想いを伝えてから三ヶ月が経っていた。 楓の人生でとても大切な日であり、革命を起こした日。 でも、きっと一人では革命は起こせなかった。 楓は要に視線を送る。 その視線に気づいた要は応えるように目を細めた。 心臓の音が大きくなり、楓は要から目を逸らす。「で、どうなの? 母親は」 「うん……美奈と二人でうまくやってるよ」 「そっか、楓は?」 「私も大丈夫。毎日充実してて、楽しいの」 こんな風に思えたのも、きっと要がいてくれたから。 言わなければいけないことがある。 これからも一緒にいたいから、失いたくないから。 ずっと伝えたかった、でも伝えられなかった想い。「……私、要がいると強くなれるの。要が傍にいると安心する」 楓は高鳴る鼓動を無視し、なけなしの勇気を振り絞って叫ぶ。「私っ、要の傍にいたい! ずっと、ずっと! これからも……一緒にいてくれる?」 楓にとっては、これが精一杯の告白。 崖から飛び降りるような思いで告げた。 楓は怖くて要の顔が見れなかった。 真っ赤な顔をして下を向いている楓を見て、要が口を開く。「……楓」 呼ばれても、楓は要の方を見ない。 心臓が爆発しそうで、どんな顔をして要を見ればいいのかわからない。 楓は地面ばかり見つめていた。「楓――好きだよ」 楓がゆっくりと顔を上げ、要へ視線を向ける。「い、今……なんと?」 楓は間抜けな顔で要を見つめた。「ぶっ……おっまえ、なんつー顔してんだ」 ケラケラと笑う要。「す、す、好きって、聞こえたような」 「うん、言った」 「嘘!」 「なんでだよ! 前にも言ったろ? 俺はおまえが好、き、な、の!」 要が楓のおでこを人差し指で小突いた。 確かに、以前要から告白されたような気がする。 あの時はいっぱいいっぱいで、おぼろげにしか記憶が無い。「なんで? どこが?」 「うーん、まあ結構前からおまえのこと気になってて。 知れば知るほどおまえのことが頭から離れなくなって、目で追うようになってた。これって恋だろ?」 楓はしばらく考えていたがよくわからないようだった。 頭の上に?マークが飛び交っているのが見える。「でな
あれから楓は家を出て、一人暮らしを始めた。 実家や学校からほど近く、家賃もお手頃で、一人暮らしをするには充分な六畳一間のアパート。 築年数は古く少しレトロな雰囲気も、楓は気に入っていた。 当面の生活費は亜澄が出してくれるみたいだが、ずっと頼るわけにはいかない。 少しでも足しになればと、楓はアルバイトすることにした。 アパートの近所に小さな本屋があった。 こじんまりとした店だが、書物の品ぞろえが楓の好みと一致しており、お気に入りの店だった。 店内も古風な造りで、そんなに混み合うこともなく静かな環境で読書に集中できる。 自然と楓の足が店に向かうことが多くなっていた。 店主はこの店を一人で切り盛りしており、随分年を取っているようだった。 重そうな荷物を運ぶのに苦労している姿を見て、つい声をかけてしまうことが何度かあった。 時々話をするうち仲良くなった楓に、店主はアルバイトをしないかと提案してきた。 楓にとってはこの上なく嬉しい申し出だった。 すぐに返事をすると、店主は時給は安いけど、と申し訳なさそうに微笑んだ。 数日前、学校から帰った楓がポストを覗くと、亜澄からの手紙を発見した。 すぐにそれに目を通す。 手紙には、亜澄や美奈に起きた出来事がつらつらと書かれている。 そして最後に、楓の体調を気遣う言葉が一言添えられていた。 文面を読んでいると、クスっと笑いが漏れてしまった。 だって、とてもたどたどしいから。 たぶん美奈に言われて書いたことが想像できた。 美奈の指示を受け、ブツブツ文句を言いながら文をしたためる亜澄の姿が目に浮かぶ。 亜澄は父との離婚が無事完了し、今は美奈と二人で暮らしている。 あれから亜澄も変わった。 昔とは違う穏やかさが最近少しずつ垣間見れるようになった。 きっと父と別れたことによる心の平穏と、私と離れて過ごすことによる心の安定を取り戻したから
「いつも不安だった。 私は母さんにとって必要ないんじゃないか、家族や世の中に必要とされてないんじゃないかって。 もしそうなら……私はいったい何のために生まれたんだろうって。 誰からも愛されることはない、利用価値が無くなれば捨てられてしまう、誰からも必要とされない。 そう思って生きるのは、苦しかったっ」 楓は胸の辺りをギュッと掴むと、苦しそうに息を吐いた。「誰でもいいから愛されたい……そう思ってた。 私を必要としてくれるなら、誰だっていい。とにかく愛され、必要とされたいって。 ――でも、今はわかる。 私が本当に愛されたかったのは母さんだった。 だから、母さんが苦しんでる姿は見たくなかったし、母さんが少しでも楽になるなら、私はどんな目に遭ってもよかった」 楓は一度大きく深呼吸する。 そして、一度目を閉じてからゆっくりと開け、真っ直ぐに亜澄を捉える。「でも……でもね、それじゃあ駄目なんだ。 私が壊れていく、無くなっていく。 私は、私を愛してなかった。 ……自分を愛したい、大切にしたいの。 彼がそれを教えてくれた、気づかせてくれた」 楓が要の方へ視線を向ける。 ずっとこちらを見ていたのか、要の視線とすぐに交わった。 お互いの考えていることがわかる。 わかってる、わかってるよ、ありがとう。 どこまでも強くなれる……そんな気がする。「母さんも、もっと自分を大切にして、愛してあげて。 我慢しないで欲しい、母さんには笑って生きてほしい」 今まで黙っていた亜澄が、この言葉にはすぐさま反応し言い返してきた。「何言ってるの? 私は私を愛してるわ!」 強気な口調とは裏腹に、亜澄は何かに怯えるように小刻みに震えている。「母さん、今誰のために生きてる? 父さん? 美奈?」 「違う! 私がみんなに尽くすのは私のためよ。愛されたいから尽くすの、それが幸せだから!」
夕暮れの海は朱色に染まり、波が寄せては引いてを繰り返していく。 風は少し冷たくて、楓が肩を竦めると要は自分の着ていたジャケットを彼女の肩にそっとかける。「ありがとう」 「うん」 二人は約束した海岸で亜澄を待っていた。 楓の思い出で、唯一幸せな時間を過ごした場所。 亜澄がまだ小さな楓と美奈を連れてきては、二人が遊ぶ姿を優しい笑みを浮かべ見守っていた。 あの頃の亜澄は今とは違い、普通の母親のように楓を愛しく思ってくれていたように思う。「ここが思い出の海?」 懐かしそうに目を細め海を眺める楓の邪魔をしないように、要は静かに問いかける。「うん……よく母さんと妹と三人で来た。 母さんが私たちを優しく見つめる目が好きだった」 楓が紡ぐその言葉に、要はただ静かに耳を傾ける。「あの時から、母さんはきっと辛かったんだと思う。 笑ってても、たまにすごく寂しい目をしてた……。ここへ来ては自分を慰めてたんだと思う」 そのとき、背後から砂を踏みしめる音が聞こえた。「こんなとこに呼び出して、何?」 楓が振り向くと、そこにはすごく不機嫌そうにそっぽを向く亜澄が立っていた。「母さん……来て、くれたんだ」 楓が嬉しそうに微笑むと、亜澄は苦虫を噛み潰したような顔をする。「しょうがないでしょ……美奈ちゃんが行けって言うから」 嫌がる亜澄を美奈が諭している映像が、楓の脳裏に浮かぶ。 なんだか微笑ましくて、楓は自然と笑顔になった。「美奈っていい奴だよな」 要も可笑しそうに笑っている。「それで、私に何か用?」 この場の雰囲気が嫌なのか、亜澄はさっさと要件をすませようと催促する。 楓は要を見つめた。 要もそれに応えるように頷くと、楓の背を力強く押し、送り出す。 手は震え、口は乾き、足は竦む。 逃げたい、逃げたい――でもここで逃げたらまた同じ。